Selasa, 25 Agustus 2020

ESSAY : SUKSES TAK HARUS BERGELAR

 


Dalam kehidupan bermasyarakat, tingginya jenjang pendidikan seakan menjadi parameter keberhasilan masa depan seseorang. Bangku kuliah dianggap sebagai penentu profesi yang akan dijalani setelah lulus. Tidak hanya itu, titel atau gelar pun sangat dipertimbangkan dalam proses mencari pekerjaan. Namun sebenarnya pendapat tersebut tak sepenuhnya benar. Sukses atau tidaknya seseorang tergantung pada seberapa keras orang tersebut dalam berusaha, serta seberapa kuat tekadnya.

Bangku kuliah memang membawa peran penting bagi alur kehidupan seseorang di masa depan. Masyarakat sudah terlanjur memercayai bahwa nama seseorang yang di akhir atau depannya ditambahkan embel-embel Prof., Dr., atau Ir. merupakan orang-orang sukses. Sebagian besar kebenaran dari anggapan tersebut tidak diragukan. Namun tetap saja, sebagian berarti tidak sepenuhnya. Kuliah dan gelar memang setidaknya berpengaruh dalam menentukan jalannya karier seseorang, namun tidak bagi semua orang.

Di satu sisi, bangku kuliah menawarkan ilmu dan pengalaman belajar bagi setiap mahasiswanya. Di sisi lain, kuliah hanya bersifat teoritis, bukan praktis. Sementara dalam dunia yang luas dan kejam ini, hidup tidak melulu soal teori. Ironisnya lagi, banyak orang berhasil mencapai kesuksesan tanpa harus menimba ilmu sebagai mahasiswa. Berdasarkan riset yang dilakukan di Eropa dan diikuti 8.000 perguruan tinggi dari 35 negara, hanya kurang dari 50 persen alumni bergelar yang siap be­kerja. Sementara di tahun 2017, hampir 10 juta lulusan perguruan tinggi di dunia masih menganggur.

Menilik dari pokok masalah yang sudah diuraikan, contoh nyata dari kasus tersebut adalah kisah yang dimiliki Larry Ellison, pemimpin sekaligus pendiri Oracle, perusahaan piranti lunak ternama di dunia. Ia kini termasuk salah satu tokoh teknologi tanpa gelar yang memiliki kekayaan yang luar biasa. Padahal dulunya, Larry adalah seorang yang berasal dari keluarga sederhana dan gagal di bangku kuliah.

Masa kecil Larry boleh dibilang tidak begitu menyenangkan. Sejak usia 9 bulan, ia telah divonis pneumonia atau radang paru-paru. Larry kemudian masuk Sullivan High School dan dan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Fisika Universitas Illinois, Urbana-Champaign. Sayangnya, ia harus berhenti kuliah karena ibu angkatnya yang selama ini membiayainya meninggal dunia. Ia pun kemudian mencari kerja serabutan untuk bertahan hidup bersama sang ayah.
Larry Ellison kembali mencicipi bangku kuliah di Universitas Chichago. Namun, lagi-lagi ia tidak bertahan lama karena masalah biaya.

Karena termotivasi dari kegagalan menempuh pendidikan, Larry Ellison kemudian mengikuti kursus komputer. Dengan modal kursus, ia pun diterima di perusahaan Investasi Fireman’s Fund sebagai teknisi komputer. Kariernya di perusahaan inilah yang kemudian membawanya sampai sekarang. Di Ampex, Larry Ellison menemukan sebuah tulisan tentang teori Database relasional yang ditulis oleh Edgar F. Codd. Karena tulisan itu, ia menemukan ide untuk membangun sebuah bisnis yang mengusung konsep “Structured Query Language”, seperti apa yang ditulis oleh Edgar F. Codd. Ia pun mengaplikasikan konsep yang kemudian dikenal sebagai SQL tersebut ke dalam Sistem Database Server. Ia menamakan proyek ini dengan nama Oracle. 

Jika melihat kisah Larry Ellison, bisa saja masyarakat jadi berubah pikiran dan merasa bahwa pendidikan tinggi tidak selalu menjamin kesuksesan. Bekal yang dibutuhkan untuk menuju kata ‘sukses’ adalah tekad dan kerja keras. Di dunia yang sesungguhnya, IPK dan gelar hanya akan menghantarkan seseorang sampai ke gerbang wawancara kerja. Setelah itu, kemampuan dan kemauanlah yang menentukan langkah selanjutnya untuk berkarier. Sikap kreatif, inovatif, kerja keras, pantang menyerah, kemampuan berkomunikasi, kemahiran bernegosiasi, hingga kemampuan berbahasa asing akan dinilai jauh lebih berguna untuk menjamin kesuksesan.

Apakah kemampuan itu bisa dilatih dengan duduk manis di kelas sembari mendengarkan dosen memberikan kuliah? Tidak. Soft skill bisa didapat dari kegiatan organisasi, interaksi dengan masyarakat sosial, hingga diperoleh dari belajar mandiri. Dengan demikian, tentu tidak ada alasan untuk untuk bersembuyi di balik frasa “tidak kuliah” untuk enggan mengejar keberhasilan.

Seorang wirausahawan pastinya memiliki jiwa optimis, ketekunan dan kesabaran, tekad kuat, suka bekerja keras, kreatif, dan berani melawan tantangan. Banyak wirausahawan sukses berasal dari lulusan perguruan tinggi, tetapi tidak sedikit pula lulusan perguruan tinggi gagal sukses disebabkan pertahanan mentalnya lemah. Mereka tidak berani menghadapi tantangan hidup dan merasakan khawatir jika harus menjalani sesuatu yang penuh dengan resiko. Banyak pengusaha gagal disebabkan oleh ketidakmampuan mereka tidak dalam bertahan menghadapi tantangan dalam mendirikan usahanya. Keuletan dibutuhkan untuk terus mendorong hasrat agar tetap maju. Pendidikan hanya menjadi penunjang, yang terpenting adalah keterampilan dan keuletan dalam menekuni suatu bidang.

Kisah perjuangan seorang yang gagal menyelesaikan studi namun sukses menjadi wirausahawan lain adalah Jack Dorsey, sang pendiri Twitter. Ia awalnya berkuliah di Missouri University of Science and Technology di mana pada akhirnya ia pun memutuskan untuk transfer ke Universitas New York dan mendirikan perusahaan sendiri atas hobi membuat software-nya. Tidak bertahan lama di kampus baru, Jack Dorsey memilih untuk keluar demi berkonsentrasi penuh pada perusahaan yang dirintisnya. Dorsey menciptakan sebuah website yang saat ini kita dikenal dengan nama Twitter. Pada 21 Maret 2006, Jack Dorsey diangkat menjadi CEO Twitter.

Orang-orang di atas telah membuktikan kesuksesan dapat diraih karena kerja keras dan pantang menyerah. Meskipun gagal di bangku kuliah dan tak memiliki gelar, tapi keyakinan mereka untuk fokus pada tujuanlah yang membuat kesuksesan itu datang hingga menjadikan mereka sebagai orang sukses.

0 komentar:

 

BY SOMEBODY TO YOU Template by Ipietoon Cute Blog Design